YOU DON'T NEED TO BE AN AESTHETIC TO LEARN MINIMALISM LIFESTYLE


Tak dipungkiri banyak para pegiat hidup minimalisme sangat memperhatikan keindahan atau keterpaduan warna-warna barang atau furnitur yang dimilikinya. Tidak sedikit dari mereka yang membagikan keindahan padu-padanan keserasian rupa dan warna barang-barang tersebut di berbagai media daring. 

Lalu, datanglah sekelompok orang yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai gaya hidup ini dan melihat konten-konten tersebut berseliweran. Karena tidak memaknai dasar-dasar fundamentalnya, mereka kemudian berpikir dan bergumam, "Gue ga punya barang-barang yang begitu bagus untuk dipotret dan diunggah, kebanyakan barang yang gue-miliki warnanya macam-macam ya biru lah, ya pink lah, ya ungu lah, ga ada tema-tema monokrom dan pastel nya sama sekali. Kayanya ini ga cocok deh buat gue, barangnya juga terkesan mahal-mahal, harus bagus dipandang mata, dan ga ada yang mencolok". Begitulah kira-kira pernyataannya. 

Oke, let me tell you something. Prinsip dasar bagi pegiat hidup minimalisme ialah sadar akan segala sesuatu yang dimiliki dan mampu bertanggungjawab terhadapnya. Dampak dari pola pikir seperti ini biasanya membuat mereka tidak terlalu suka memusingkan hal-hal yang kurang krusial dan esensial. Contohnya apa? Ya warna itu tadi. Para pelaku minimalisme tidak mau memusingkan padu-padanan warna karena bagi mereka ada hal-hal lain yang lebih layak untuk dipikirkan. Yang akhirnya melahirkan pemikiran bahwa "sepertinya warna-warna netral tidak pernah sulit untuk dikreasikan, tidak terlalu mencolok sehingga mengurangi distraksi mata". Selain itu, mudah untuk ditemukan, timeless, tidak mudah terganti dengan tren dan sebagainya.

Contoh yang paling mudah kita kenali, Steve Jobs dan Mark Zukerberg. Kedua tokoh ini sangat terkenal dengan gaya minimalismenya. Di setiap kesempatan mereka selalu menggunakan warna baju yang sama. Alasannya? Mereka tidak suka menghabiskan pikirannya untuk sekedar memikirkan warna padu padanan warna baju yang dikenakannya. Banyak hal-hal penting yang mereka anggap lebih layak untuk dipikirkan yang mendukung karya atau produktivitas. 

Hal itulah yang diaplikasikan oleh pegiat hidup minimalisme. Simplify your life. Apakah salah jika mereka membagikan potret-potret furniturnya ke media? Apakah mereka bertanggungjawab atas keimpulsifan warga net yang ngebet untuk mengganti barang-barangnya demi mengikuti hal tersebut?

Menurut gue pribadi ENGGAK. Mereka sama sekali tidak bertanggungjawab atas keimpulsifan penikmat konten. Kenapa? Kalau sampai kita yang melihat sampai tergoda untuk terburu-buru mau membeli ini itu yang dinagikan oleh orang, maka sebenarnya makna pikiran BERKESADARAN itu belum tertanam di benak dan belum sepenuhnya dipahami. 

Jika memang sudah menerapkan pola pikir berkesadaran, maka kita pun akan selektif dalam mengikuti sesuatu dan melakukan sesuatu.Yang tadi tujuannya untuk 'menyederhanakan hidup' malah jadi meribetkan diri sendiri. 

Terus, salah kalau ita ingin memperindah tampilan rumah/furnitur? Engga sama sekali. Berkreativitaslah dengan barang yang ada, rapikan dan kategorisasikan jenis-jenis barang yang serupa, dekorasi ulang dengan warna-warna netral (jika memang sangat ingin) dengan cat atau pilox atau wallpaper mungkin? Tentunya biaya yang dikeluarkan tidak sebesar bila membeli barang baru, dan hal ini melatih kita untuk bisa meningkatkan daya guna barang, daya simpan barang, dan bisa jadi peluang bisnis atau sekedar spark joy for ourselves. Sekarang, tidaklah sulit untuk berkreasi. Ada banyak content creator yang secara cuma-cuma membagikan tips dan trik memperindah tampilan furnitur lama di online platform pribadi mereka.

Nah, kembali ke topik awal. Terus harus dekorasi rumah/barang/furnitur dulu baru bisa dibilang minimalisme? Ya engga, dekorasi ialah hal kesekian yang muncul setelah kita melakukan bebenah, bebersih, atau sortir (declutter). Justru langkah awalnya ialah refleksikan dirimu dengan melihat kembali barang-barang yang ada di sekitar. Adakah barang yang sama fungsinya tetapi jumlahnya double? Adakah yang sudah tidak pernah dipakai tapi masih tertumpuk di dalam lemari atau gudang? Start from there. Sembari bebenah, percaya deh keinginan untuk memperindah itu pasti muncul dengan sendirinya. Tapi, kembali lagi tidak perlu membeli baru kalau nilai guna suatu produk/barang masih sangat baik. Nantinya akan membuat tumpukan baru lagi. 

Untuk memperkaya dan semakin menyadarkan diri masing-masing, boleh dibaca artikel mengenai 'GOODBYE THINGS: THE POWER OF DECLUTTERING' yang udah gue unggah di blog ini dalam dua versi berbeda.

Semoga kita bisa saling membantu dan mengingatkan. Stay learning and be grateful for what you have had ya. 

Salam hangat,

Penulis. 

Comments