WRITE ABOUT MY TRULY INSPIRING CONTENT CREATOR: GITA SAVITRI DEVI


Cantik ya, pintar lagi :)




Hai.. semuanya. Berbeda dari artikel gue yang lainnya, kali ini gue akan membahas Kak Gitasav! Iya, kak Gitasav. Awalnya gue kenal dia dari video youtube-nya yang randomly muncul di beranda gue. Karena, cover alias thumbnail videonya bagus, gue tertarik buat klik dan nonton. 

Gue lupa apa video pertamanya yang gue tonton, kalo ga salah sih tentang kuliah di Jerman. Maklum sesama anak rantau meskipun tidak sampai beda negara, membuat gue relate dengan apa yang dia ceritakan. Tentang kesusahan memasak sendiri, ngurusin administrasi dokumen sendiri, apa-apa sendiri. Kita dijadikakan individu yang selalu memegang teguh independensi. Sebelum merantau gue sendiri, apa-apa selalu diurusin sama mama. Mulai dari baju, sarapan, bekal makanan, buku, sampai pergi dan pulang sekolah selalu dijemput dan diurusin. Hal itu yang buat gue ketergantungan sama mama.

Positifnya sih, gue ga pernah minta bantuan ke orang asing bahkan teman dekat atau keluarga karena gue percaya mama selalu bisa mengurusi gue dengan baik dan benar. Tapi, buruknya ialah gue ga dikasih kesempatan mengenal dunia lain selain sekolah dan rumah. Gue anak rumahan banget orangnya, karena mama cenderung overprotective. Dikasih izin main ke rumah teman aja syukur banget, boro-boro mau keluar nongkrong sama teman malam minggu. 

Gue jadi orang yang antisosial bahkan antipati sama keadaan sekitar karena tindakan-tindakan itu. Di sini gue tidak bermaksud menyalahkan mama karena bagaimanapun gue sangat-sangat bersyukur bisa disayang dan dirawat sama beliau, dia tipe orang yang pekerja keras, baik, murah hati, suka berbagi meskipun galak dan protektif. 

Ternyata sedikit banyak, sifat mama sama dengan sifat mamanya Gita. Gatau bawaan tipe orang Sumatera kali ya, btw mama-nya Kak Gita orang Palembang asli sedangkan keluarga gue Sumatera Utara. Oke, balik lagi ke Kak Gita. Dia cerita kalau kehidupannya sebelum kuliah ke Jerman bukan yang senang-selalu dalam keadaan baik, dan lainnya. Dulu, dia juga ga dikasih kesempatan untuk milih jalan hidupnya, keputusan yang diambil selalu disandingkan dengan pendapat mama-nya. See? Sama kaya mama gue. 

Dia pernah bilang kalau, dia lebih berani ketemu kuntilanak daripada mamanya. Semenakutkan itu mamanya untuk dia. Gue, ngga sampai kaya gitu sih cuma ya seperti yang gue bilang mama gue juga galak abis! Setelah ia hidup di Jerman, kehidupan sosialnya pun ikut berubah. Ngurusin administrasi kemahasiswaan sendiri, masak sendiri, beberes apartemen sendiri, bahkan mengatasi rasa frustasi dan stres waktu kuliah juga sendiri. Di salah satu videonya dia bercerita "Mah, gita pengen pulang. Gita ga kuat kuliah disini." Begitu kira-kira ungkapannya. 

Jujur, gue di minggu pertama kuliah juga begini. Minta pulang, minta balik, ikut tes lagi tahun depan biar bisa kuliah di Medan. Bukan, bukan materi kuliahnya yang sulit karna waktu itu pelajarannya masih dasar, tapi ketidakbiasaan hidup sendiri tanpa mama dan keluarga bikin gue homesick. Gue bukannya sok-sokan pengen kuliah jauh dari rumah, tapi ini memang keinginan gue. Gue suka pertumbuhan cepat yang ada di Pula Jawa dan ga gue rasain di Sumatera. Gue adalah individu yang sangat-sangat suka kedinamisan, gue gabisa berdiam diri dengan tantangan dan beban kerja yang itu-itu aja. 

Kak Gita ini benar-benar inner-side dari dalam diri gue. Cuma ya dia, lebih outspoken dan punya kesempatan untuk menyuarakan keinginannya. Menurut pengakuannya, keluarga Kak Gita bukanlah orang yang serba ada. Papanya bahkan sampai bekerja di luar negeri (Amerika Serikat) untuk menghidupi seorang istri dan dua anak perempuannya. Nah, di keluarga gue sendiri cuma Papa yang bekerja di institusi pemerintahan. Aku, adik, dan mama ga pernah menuntut lebih ke Papa. Mama selalu ngajarin kita untuk kenal kata 'cukup' dan 'bersyukur'. Lagi-lagi kehidupan gue sangat relate dengan Kak Gita. 

Salah satu series video youtube-nya yang sangat gue nanti-nantikan ialah 'Beropini'. Disitu dia cerita pendapat (thoughts) serta fakta sesuai fenomena yang dia bahas. Mulai dari kemandirian, perihal menikah, logika berpikir, kegagalan, arti kuliah buat dia, kenapa dia greget sama standar sosial yang ada dan yang pasti mengenai perempuan. 

Bicara mengenai perempuan, ada salah satu artikel di blog-nya yang sama persis sama yang gue pikirkan. Yakni tentang otoritas tubuh dan hak perempuan. Sebagai anak yang tinggal di lingkungan patriarki dia merasakan bahwa hak-hak kita selalu dibatasi karena gender. Katanya, kalau perempuan itu ga boleh nikah tua, kalau udah nikah harus punya anak, harus nurut sama suami, harus ini harus itu. Padahal ya hak kita sama aja seperti laki-laki. 

Kenapa harus dibatasi buat berkarir di dunia masing-masing? Kenapa perempuan harus melahirkan?Padahal kan kita juga punya hak buat milh kita mau mengandung atau engga. Itu rahimnya gue istilahnya, kenapa harus diatur-atur sama orang? Kalau perempuan mau menikah atau engga itu juga pilihan dan jalan hidup masing-masing. Ga semua orang ditakdirkan untuk menikah, ga semua perempuan berkesempatan jadi ibu, ga semua perempuan harus ngurus rumah tangga dan anak. 

Inilah yang gue selalu pengen bilang ke orang-orang! Cuma ya, kebanyakan orang yang gue temui cenderung degil dan pengen menang sendiri. Mereka anggap gue sebagai anak-anak yang ga tau apa-apa. Hey, I am learning from your mistakes and attitudes!

Mama selalu bilang ke gue, "Jangan mau jadi perempuan yang di rumah-rumah aja. Jangan bergantung sama gaji suami. Jangan bergantung sama siapapun. Perempuan harus kerja, harus bisa cari uang sendiri. Begitulah kira-kira doktrin mama yang gue dengar setiap hari, Persis. Ga berubah. Mungkin itu kali ya, yang buat gue semakin ngerasa kalau kisah dan pengalaman hidup Kak Gita ini benar-benar 90% valid dengan kondisi gue. 

Gue bersyukur banget bisa mengenal seorang Gita Savitri lewat media digital. Thanks to technology. Jadi, setelah jalan cerita yang cukup panjang (at least buat gue) dan alur yang bolak-balik, gue pengen bilang, kita itu jangan mental tempe. Loyoh gitu. Hidup ga datang untuk menyenangkan orang-orang malas dan ga mau berjuang. Bahkan orang yang sudahh berjuang saja belum tentu berbuah manis dengan cepat, kecuali lo sudah di keadaan yang serba nyaman dan serba ada. Itu juga kalau ga jago maintenance-nya ya bakal habis sia-sia juga kok (petuah dari mama lagi). 

Terlebih di situsi serba ga pasti ini, janganlah menggantungkan harapan sama orang meskipun itu pemerintah. Pemerintah juga manusia yang pasti salah dan mungkin ga bisa memuaskan kita semua. Saran terkecil yang bisa gue berikan ialah kerjain apa aja yang bisa bermanfaat untuk pengembangan pola pikir dan karakter lo ke arah yang lebih maju dan positif. Meskipun kita gabisa positif setiap saat, tapi setidaknya lebih banyak energi positifnya daripada misuh-misuh-nya. 

Oiya, kalau mau baca-baca tulisan Kak Gita bisa langsung ke gitasav.com ya! Disana ada informasi kontak dan berbagai platform yang ada dia-nya. Semoga artikel ini bisa menambah insight dan postivism ke pembaca. Why I write this? Simply, because I love to share and be more useful to my circle. 

Salam hangat,

Penulis. 

Comments