The Perk and Peak of Writing Bachelor Thesis in Covid-19 Era ver.3

        




        Pada akhirnya, setelah perenungan yg cukup pelik, gue memutuskan mengajukan permohonan kode etik ulang dengan perubahan lokasi. Membangun justifikasi lokasi penelitian, mengumpulkan data pendukung, dan segala tetek bengek lainnya. Bukan waktu yg sebentar namun juga bukan waktu yang lama, jadi kuputuskan itu waktu yang tepat. Usut punya usut, terkirimlah ajuan kode etik terbaru.

        Sambil menunggu, gue coba lakukan hal-hal yg bisa dikerjakan. Karena gue orang yg paling ga suka buan-buang waktu. Paling gasuka gabut or doing nothing. Sayang aja gitu, lain halnya kalau kerjaan udah selesai ya perlulah me time. jadi menurut gue rebahan sama kerja harus seimbang kuantitas dan kualitasnya. Dibantu kedua orangtua gue yg lebih kenal sama tetangga, perlahan-lahan gue menemukan calon informan. Anjirr udah kaya mata-mata pake informan segala. Hubungin mereka satu per satu by personal chat, nanyain mau ngga diwawancara selama 45-60 menit. Beuhhhhhhh.... gue kira semua bakal bersedia, nyatanya ga sedikit yg menolak karna alasan kurang bisa diwawancarai. Sebagai peneliti pemula yg tetap menjunjung tinggi profesionalitas, asekkkkk (apeeeee) ya gue harus menghargai keputusan mereka. 

    Setiap hari, setiap jam, setiap waktu dan kesempatan gue buka e-mail menantikan jawaban dari reviewer etik suaya gue bisa ngambil data secepatnya. Berhubung gue udah dapat sejumlah informan yg mumpuni buat diwawancara. Ternyaata hasil menunggu itu sungguh manis. Hasil review gue keluar, ada beberapa revisi. Tidak banyak, cukup sedikit bisa dikerjakan dalam waktu beberapa jam. Seminggu kemudia etik gue keluar. Betapa senangnya dan riang gembira walau perjalanan menuju kelulusan itu sendiri masih panjang.  

        Long story short, dengan segala motivasi dan semangat menyelesaikan studi gue, ditambah drama-drama perskripsian yang sangking banyaknya sulit untuk diutarakan, sampailah gue pada hari ujian akhir skripsi (sidang akhir). Momen penentuan apakah gue bisa dapat gelar sarjana gizi atau engga. Setelah mencocokkan jadwal kedua dosen penguji dan pembimbing, akhirnya 09 Juli 2020 gue bisa ujian juga. Seminggu sebelumnya, persiapan yang gue lakukan ialah research pertanyaan ujian skripsi dari pengalaman orang lain lewat platform youtube. Thank God, technology really helps me to fight. 

      Cara memulai presentasi, menjawab pertanyaan tanpa menghakimi tapi tetap keep on track.. Karena gue paling benci orang yang gabisa menguasai dan mengomunikasikan materinya ke publik.. and I don't wanna be that kind of person. Puji Tuhan dan segala kemurahannya, gue sangat-sangat merasa baik dan puas dengan responsi ujiannya. Gue merasa lega, sangat2 puas, dan ahhh akhirnya satu step terlewati. 

    Dari pengalaman skripsi di tengah pandemi ini, gue merenungkan beberapa hal. Pertama, keterbatasan dan ketidakbebasan membuat manusia jadi kreatif. Kreatif dalam menciptakan dan menemukan peluang, memanfaatkan apa yang ada, dan punya can-do attitude. Can-do attitude ngebuat  kita bisa memaksakan diri menjadi bisa walaupun berdasarkan logika gak bisa. 

      Kedua, yang buat gue juga penting ialah, online interaction gak bisa menggantikan verbal interaction secara langsung. Jujur, selama pandemi ini, yang paling buat gak betah ialah kehilangan kesempatan buat main dan ngobrol bareng teman2. Beda aja gitu rasanya ngobrol dan ketawa langsung sama online communication meskipun udah ada teknologi virtual video dan real time conference. Yang berarti buat gue, manfaatkanlah waktu buat ngobrol sama teman2 lo selagi masih bisa ketemu langsung. Jangan malah main HP atau fokus ngonten selama ngumpul atau main. Kecuali, memang di akhir pertemuan mau foto atau video atau update ya bolehlah. Karena dengan kejadian gini, kerasa bukan betapa berharganya bersosialisasi? 

        Kenapa gue mau menuliskan pengalaman2 ini? Karena gue merasa baru pertama kali mengalami kejadian kaya gini, gapernah terpikirkan sebelumnya. Susah payah berjuang bertahan di kuliahan tapi gak bisa wisudaan beneran itu sangat2 gak masuk akal sih. Gokil. Once time dari masa depan, gue baca tulisan ini, gue bakala bilang "sesusah apa sih keadaan lo sekarang? buktinya pas pandemi aja lo tetap bisa sarjana" Hehe. Bukan sombong, tapi self reminder sih. 

        Buat lo yang baca sampai sini, makasih banget ya. Semoga diberkati segala yang sedang diperjuangkan dan God Bless!

Your sincerely,

Writer. 

Comments