GOODBYE THINGS : THE POWER OF DECLUTTERING VER. 2

Buku minimalis yang gue baca, love it.


Ia memutuskan untuk men-sortir barang-barangnya berdasarkan kebutuhan dan keinginan. Hal tersebut merupakan langkah dasar belajar menjadi minimalis dan berani men-declutter atau menyisihkan barang  yang ada. Memiliki begitu banyak perlengkapan audio, buku-buku yang sudah memenuhi rak bahkan sampai ke lantai, dan baju-baju yang lama tak terpakai membuatnya harus melakukan declutter sekarang juga. 

Ada yang dijual, dilelang, bahkan diberikan secara cuma-cuma kepada orang lain yang lebih membutuhkan dalam artian barang tersebut lebih bernilai guna apabila diberikan kepada orang lain. Sebenarnya kenapa kita sampai memiliki begitu banyak barang? Bahkan sebenarnya melebihi kebutuhan untk bertahan hidup. 

Pertama, manusia selalu merasa bahwa dirinya tidak cukup beruntung, tidak bahagia, tidak puas, tidak merasa cukup. Kebanyak dari kita pun termasuk gue sendiri pernah berada di titik dan perasaan itu. Kita sering lebih mudah mencari kekurangan-kekurangan, segala yang tidak dimiliki. 

Sebagai contoh, berapa banyak yang merasa tidak punya pakaian yang bagus, merasa baju nya itu-itu aja, padahal lemari pakaian sendiri sudah bertumpuk. Lantas, membeli baju baru setiap minggu atau bulan, tergiur mengikuti tren. Fast fashion. Coba tengok dan keluarkan bajumu satu-satu. Mungkin  lebih banyak yang tidak terpakai dibandingkan yang dipakai. Mungkin juga beli karena diskon, terpengaruh influencer, dan sebagainya. Cobalah pikirkan, baju-baju itu dulunya uang. Uang yang susah payah dicari mungkin oleh orangtua atau diri sendiri. 

Emang ga ngerasa sayang yah buang-buang duit? Kalo misakan barang-barang itu nantinya harus direlakan pergi? Bisa aja sebenarnya uang buat beli baju-baju itu ditabung, diinvestasikan, dibeli sesuatu yang nilainya lebih bermakna dan nggak habis dimakan tren. 

Kedua, kita sekarang terbiasa dikelilingi banyak barang. Terbiasa mendapatkan apapun yang diinginkan dalam bentuk barang, pada akhirnya melahirkan rasa bosan. Rasa bosan itu menyebabkan kita tidak lagi menghargai barang seperti saat pertama kali membeli atau mendapatkannya. Contoh simpel, gue senang banget waktu beli gadget pertama gue, diperhatikan banget. Dijaga, dirawat, ngecasnya juga harus dimatikan hpnya biar ga turun performa baterainya. Tapi seiring waktu, gue ga seperhatian itu lagi, mulai dipake sembarang. Karena apa? Karena banyak varian dan mode terbaru yang menawarkan fasilitas lebih canggih daripada punya gue. Akhirnya ngerasa kurang lagi, kurang lagi, dan pengen beli terus. Ga puas, ga bahagia. Pola ini terus berulang sebelum gue kenal minimalisme. 

Kebosanan, ketidakpuasan, beli lagi beli terus akhirnya membuat tumpukan-tumpukan. Gatau harus dikemanain. Dijual belum tentu laku, harganya pasti jauh lebih murah. Dibuang sayang, sayang uang pas belinya atau sayang memorinya. Banyaklah alasan-alasan jadinya ya barang dibiarkan gitu aja. 

Perlu diketahui bahwa, barang bisa menambah beban pikiran lho. Sesimpel menjaga/merawatnya, mikirin tempat naruhnya dimana, kalau rusak harus diservis kemana. Belum lagi ngikutin tren yang engga ada habisnya, karena industri pasti akan berinovasi untuk menciptakan demand (permintaan) dan  memang begitulah cara bisnis bergerak. 

Terus mau sampai kapan lo mau ikutin semuanya? Engga capek ya emang? Iya kalau bikin bahagia, kalau engga ya-- udahlah uang habis, ga happy, malah jadi overthingking, plus ruangan jadi sumpek dan sempit. 

Decluttering barang sendiri buat gue banyak banget manfaatnya. Pas decluttering, gue bisa mengingat betapa perjuangannya gue mendapatkan barang-barang itu. Sedih juga, kenapa dia jadi ga kepakai ya? Berarti gue emang belinya bukan butuh, tapi pengen doang. Entah pengen ikut tren, pengen update, pengen pengen yang ga esensial. Dari situ, gue belajar dan gamau terulang lagi. Sayang uangnya juga, ngabisin tempat pula.

Terus gue bisa nabung lebih pastinya. Either itu uang tabungannya mau diputarin jadi bisnis, investasi (meskipun belum ngerti-ngerti amat), atau ya uang yang tadinya buat beli barang-barang bisa ditukar dengan pengalaman dan ilmu. Misalnya ikut workshop public speaking, pelatihan peningkatan hard atau softskill, travelling buat dapat pengalaman bersosialisasi ke alam dan warga lokal, atau sekedar traktir keluarga dan teman makan. Jadinya lebih priceless momen yang didapat juga bahagia karena bisa main dan ngobrol sama orang terdekat, peningkatan kemampuan diri sendiri juga. Banyak deh.

Yang ga kalah senangnya ialah ngeliat ruangan jadi rapi dan ga berantakan. Gue termasuk orang yang riweuh sendiri kalau ngeliat ruangan berantakan, bawaannya pengen dibuang-buang dan diberes-beresin. Haha ๐Ÿ˜…๐Ÿ˜…๐Ÿ˜… siapa yang kaya gue? Nah, metode ini bantu banget. Setiap mau bebersih dan bebenah jadi lebih cepat, ga ada perasaan mager-mageran karena pusing liat tumpukan barang. 

Hasil akhirnya? Gue ngerasa bisa lebih produktif, waktunya bisa dipakai buat bikin karya baru, ngerjain tugas, masak-masak makanan sehat rumahan, bisa buat baca buku, atau dengarin audio bertema self-development. 

Keliatannya sepele yah, sisihin dan buang-buangin barang Tapi, percaya deh biasanya ha-hal sederhana malah bisa buat lebih senang. Pokoknya, coba dulu deh dari barang-barang kecil misalnya alat tulis atau baju rumahan? Di seri selanjutnya gue bakalan bagikan cara sederhana declutter barang ya. 

Jangan lupa bagikan tulisan ini, kalau kalian merasa ada manfaatnya yah!

Salam hangat,

Penulis

Comments